Pengalaman Membeli Rumah Bersubsidi Part 1 : Booking Fee Dan Akad Kredit

Minggu kemarin saya resmi sudah booking fee untuk sebuah rumah subsidi di pinggiran Jakarta, kebetulan dapat rumah ini di pameran perumahan JCC dua minggu lalu. Dengan label rumah bersubsidi tentunya yang digembar-gemborkan adalah murahnya. Setelah lihat di brosur dan survey lokasi, saya memutuskan untuk datang ke kantor pemasarannya langsung.  Niat hati memang sudah fix untuk ambil rumah bersubsidi di pinggiran Jakarta dan pada brosur pun tertera harga jual, angsuran KPR subsidi serta uang muka yang tentunya lagi-lagi murah.


Setelah datang saya mengeluarkan brosur dan mulai bas-bis-buk perihal harga di brosur, ternyata setelah di jelaskan harga di brosur yang tertera uang muka sebesar RP 6,500,000  dan perincian total uang muka Rp 10,500,000 (uang muka Rp 6,500,000 + booking fee Rp 1,000,000 + tabungan pribadi min Rp 3,000,000) ternyata adalah bahasa brosur.

Bagian pemasaran serta marketingnya langsung merinci biaya yang sebenarnya harus saya bayar untuk rumah type 27/70 dalam cluster pinggiran kota. Total uang muka sebesar Rp 10,500,00 belum termasuk, tetek bengek, lalu saya hitung pake handphone hari itu jumlah yang harus saya bayar adalah

Total uang muka (Booking fee, uang muka, min tabungan pribadi) Rp 10,500,000 + Biaya ADM (urus KPR, surat tanah etc) Rp 6,000,000 + Biaya tambahan karena rumah yang dipilih dekat pintu masuk (biaya strategis) Rp 1,000,000 + Biaya Peningkatan Mutu (listrik, air, material bangunan) Rp 10,500,000 = Total yang harus di bayar adalah total uang muka Rp 10,500,000 + Rp 17,000,000 = Rp 25,000,000!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Gegara ini saya sempet mikir untuk kabur aja tapi pas lihat orang-orang lain yang datang buat beli, rata-rata semuanya bawa istri atau anak di atas 30 tahun dan saya nggak mau jadi orang baru bisa beli rumah pas udah punya anak sama istri di atas umur 30. Akhirnya coba tanya lagi buat beli rumah yang sudah jadi di cluster part satu, ternyata masih sisa dan total uang muka adalah Rp 48,000,000 alamak!! Kok jauh lebih mahal? Ternyata rumah yang sudah jadi memang dibandrol lebih mahal karena yang antri juga banyak. Jadi pilihan apa yang saya punya?


Perhatikan bahasa brosur yang menjebak ini
Akhirnya saya putuskan untuk ambil saja dengan langsung membayar booking fee Rp 1,000,000 dan total uang muka Rp 6,500,000 harus di bayar lagi dalam jangka waktu seminggu setelah booking fee sementara sisanya Rp 17,000,000 bisa diangsur selama pembangunan rumah saya yang memakan waktu enam bulan sampai satu tahun. Kalau sampai satu tahun Rp 17,000,000 juta itu gagal terpenuhi maka akan dibebankan pada angsuran KPR perbulan.

Rincian total yang harus dibayarkan, kenapa ini nggak ditaruh dalam brosur?
Dari mana duit Rp 25,000,000 buat bayar uang muka? Yang jelas bukan seperti orang sini yang …uhuk…uhuk dikasih papih and mamih setelah kawin, dari setahun lalu saya ikutan DPLK bank BRI dengan nominal transfer Rp 1,000,000/bulan dan alokasi 60% untuk saham, 20% untuk tabungan dan 20% asuransi. 

Satu lagi yang bikin saya berani ambil dan pakai semua uang investasi adalah setelah ngobrol dengan marketingnya, dia bilang “harga rumah sampai kiamat juga nggak bakal turun!” artinya rumah yang saya booking ini setelah clusternya selesai, harganya tidak mungkin sama dan akan melonjak tajam. Lagi pula kalau memang tidak cocok bisa saya jual kembali dengan over kredit dsb jadi sama dengan membuat investasi lain.

Note:
Rumah bersubsidi punya fixed KPR yang tetap artinya mau inflasi or ekonomi ambruk, bayar akan tetap flat dan sama.
Sebenarnya bisa lebih murah dengan mencari PERUMNAS, saya sudah survey PERUMNAS tapi kualitas PERUMNAS itu jauh di bawah developer swasta. Mulai dari model sampai bahan bangunan, lebih parahnya PERUMNAS nampaknya enggan membuat cluster seperti swasta, cuma cari tanah kosong terus bangun dah rumah berjejer.  Sementara developer swasta membangun cluster (taman, indomaret, kolam renang, ruko-ruko) untuk menambah nilai jual. Saran saya jangan dah ambil perumnas, kalau memang nggak terpaksa, not that worth it!

Kalau kalian berumur 25 cepat-cepat membuat investasi jangan cuma ditabung karena harga rumah nggak bakal terkejar, kalau berumur 30 tahun cepat-cepatlah mencari rumah karena kalian sudah dead meat! Ingat harga rumah tidak akan pernah turun, kalau KPR turun masih mungkin.

Ingat rumah bersubsidi hanya untuk yang bergaji maksimal  Rp 4,000,000 kalau gaji kalian di atas itu maka  KPR akan ditolak bank.  Salah satu cara ampuh buat akalin ini adalah dengan pakai nama istri atau kalau kalian enterpreneur bisa mengakali pendapatan bulanan tapi kalau pegawai PNS dan swasta bergaji di atas Rp 4,000,000 maka mati kutulah, mau nggak mau harus membeli rumah non KPR yang tentunya jauh lebih mahal dari DP sampai angsuran.

dan

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengalaman Membeli Rumah Bersubsidi Part 1 : Booking Fee Dan Akad Kredit"

Posting Komentar