Rumah adat jawa secara umum hampir sama antara rumah di kawasan Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Tetapi kali ini secara khusus saya akan mengambil jenis rumah adat Jawa yang paling dominan, yakni dari kawasan Jawa Tengah.
Pada umumnya rumah adat dari kawasan Jawa Timur memiliki kemiripan yang sangat dekat dengan rumah adat Jawa tengah. Namun untuk rumah adat Sunda, ada beberapa perbedaan meski tidak terlalu jauh. Hal ini berkaitan dengan beberapa perbedaan ragam corak. Kesamaan ini berawal dari kedekatan sejarah dari ketiga kawasan ini yang pada masa lampau pernah berada dalam kekuasaan beberapa kerajaan yang sama.
Menurut kitab-kitab kuno seperti Babad Tanah Jawi ilmu arsitektur kuno dalam desain bangunan Jawa disebut dengan ilmu Kalang. Para pakar arsitek masa lampau disebut wong kalang atau orang kalang. Para pakar ini memiliki pemahaman lebih mengenai fungsi dan penyusunan bangunan. Menyesuaikan rumah adat dengan kebutuhan calon penghuninya. Karena sebenarnya rumah adat Jawa sendiri terdiri dari beberapa ragam bentuk. Biasanya perbedaan ini menjadi penanda perbedaan strata sosial dari penghuninya.
Susunan ruang dalam bangunan tradisional Jawa pada prinsipnya terdiri dari beberapa bagian ruang yaitu :
1. Pendapa, difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas yang sifatnya formal (pertemuan, upacara, pagelaran seni dan sebagainya). Meskipun terletak di bagian depan, pendapa bukan merupakan ruang penerima yang mengantar orang sebelum memasuki rumah. Jalur akses masuk ke rumah yang sering terjadi adalah tidak dari depan melalui pendapa, melainkan justru memutar melalui bagian samping rumah
2. Pringgitan, lorong penghubung (connection hall) antara pendapadengan omah njero. Bagian pringgitan ini sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit / kesenian / kegiatan publik. Emperan adalah teras depan dari bagian omah-njero. Teras depan yangbiasanya lebarnya sekitar 2 meter ini merupakan tempat melakukan kegiatan umum yang sifatnya nonformal
3. Omah njero, kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal.
4. Senthong-kiwa, dapat digunakan sebagai kamar tidur keluarga atau sebagai tempat penyimpanan beras dan alat bertani.
5. Senthong tengah (krobongan), sering juga disebut sebagai boma, pedaringan, atau krobongan. Dalam gugus bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah ini paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-tengah ini merupakan ruang yang menjadi pusat dari seluruh bagian rumah. ruang ini seringkali menjadi “ruang pamer” bagi keluarga penghuni rumah tersebut.Sebenarnya senthong-tengah merupakan ruang yang sakral yang sering menjadi tempat pelaksanaan upacara / ritual keluarga. Tempat ini juga menjadi ruang penyimpanan benda-benda pusaka keluarga penghuni rumah.
6. Senthong-tengen, fungsinya sama dengan sentong kiwa
7. Gandhok, bangunan tambahan yang mengitari sisi samping dan belakang bangunan inti.
Berdasarkan jenisnya, bangunan pokok rumah adat Jawa ada lima macam, yaitu: (Narpawandawa, 1937-1938).
Rumah Panggang Pe
Rumah dengan bentuk ini disebut sebagai bentuk paling sederhana dan biasanya menjadi hunian kalangan bawah. Kesederhanaannya membuat bangunan ini hanya beratap di satu sisi saja dan menyisakan amben atau balai di sisi lainnya.
Rumah Kampung
Rumah ini termasuk sebagai rumah kalangan menengah kebawah. Bentuknya sederhana tetapi sudah memiliki atap yang utuh. Atap menyatu dengan dua sisi, biasanya di sisi tengah atap membentuk sudu sempit atau membumbung.
Rumah Limasan
Rumah bentuk limasan ini juga menjadi rumah khas kalangan menengah Jawa. Biasanya pemiliknya sudah memiliki strata yang lebih baik. Bentuknya lebih kompleks dengan atap 4 sisi. Pada puncak atap terdapat bumbungan.
Rumah Joglo
Rumah ini biasa menjadi hunian kalangan atas, pejabat daerah dan kalangan bangsawan. Rumah ini menyerupai limasan namun dengan teras luas di depan rumah sebagai ruang aktivitas umum. Teras ini memiliki 4 tiang yang biasa pula disebut soko guru.
Rumah Tajug
Rumah satu ini juga menjadi pilihan kalangan atas kaum Jawa, namun biasanya memiliki kelas sedikit di bawah penghuni joglo. Perbedaan utamanya adalah atap yang tanpa bumbungan.
Itu tadi 5 jenis rumah adat Jawa yang hingga kini masih bisa Anda temukan di kawasan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Namun dalam perkembangannya, jenis tersebut berkembang menjadi berbagai jenis bangunan rumah adat Jawa, hanya bangunan dasarnya masih tetap berpola dasar bangunan yang lima tersebut.
Bangunan model/bentuk Panggung Pe dalam perkembangannya:
1. Panggung Pe (Epe),
2. Gedong Selirang,
3. Panggung Pe Gedong Setangkep,
4. Cere Gancet,
5. Empyak Setangkep,
6. Trajumas,
7. Barongan, dan sebagainya.
Dari bangunan rumah kampung berkembang menjadi
1. bangunan rumah kampong biasa,
2. Pacul Gowang,
3. Srotong,
4. Daragepak,
5. Klabang Nyander,
6. Lambang Teplok,
7. Lambang Teplok Semar Tinandhu,
8. Gajah Jerum,
9. Cere Gancet Semar Tinnadhu,
10. Cere Gancet Semar Pinondhong, dan sebagainya.
Dari bangunan Rumah Limasan berkembang menjadi
1. bentuk rumah Limasan Lawakan,
2. Gajah Ngombe,
3. Gajah Jerum,
4. Klabag Nyonder,
5. Macan Jerum,
6. Trajrumas,
7. Trajrumas Lawakan,
8. Apitan,
9. Pacul Gowang,
10. Gajah Mungkur,
11. Cere Goncet,
12. Apitan Pengapit,
13. Lambang Teplok Semar Tinandhu,
14. Trajrumas Rambang Gantung,
15. Lambangsari,
16. Sinom Lambang Gantung Rangka Usuk Ngambang, dan sebagainya.
Dari perkembangan bangunan rumah Joglo terdapatlah
1. bangunan rumah Joglo,
2. Joglo Limasan Lawakan atau Joglo Lawakan,
3. Joglo Sinom,
4. Joglo Jampongan,
5. Joglo Pangrawit,
6. Joglo Mangkurat,
7. Joglo Wedeng,
8. Joglo Semar Tinandhu, dan sebagainya.
Dari jenis tajug dalam perkembangannya terdapatlah
1. bangunan rumah tajug (biasa untuk rumah ibadah),
2. tajug lawakan lambang teplok,
3. tajug semar tinandhu,
4. tajug lambang gantung,
5. tajug semar sinonsong lambang gantung,
6. tajug lambang gantung,
7. tajug semar sinonsong lambnag gantung,
8. tajug mangkurat, tajug ceblakan, dan sebagainya
(Narpawandawa 1936-1936).
0 Response to "Mengenal Konsep Rumah Jawa"
Posting Komentar